Eri Cahyadi ajak Koki untuk Menaikkan Kelas PKL Sentra Ikan Bulak
2 min readJawaPos.com – Warga pesisir Surabaya selama ini kerap dianggap sebagai kantong kemiskinan dan pengangguran. Namun, Pemkot Surabaya bekerja sama dengan Pusat Studi Ekonomi dan Sosial Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur terus melakukan intervensi. Salah satunya di Kecamatan Bulak. Mereka tak hanya membenahi infrastruktur kawasan. Tapi juga pemberdayaan warga dan para pedagang kaki lima (PKL) yang ada di Sentra Ikan Bulak (SIB).
Khusus untuk PKL SIB, Pemkot Surabaya bahkan menghadirkan tim koki dari salah satu hotel berbintang di Surabaya. Mereka memberi pelatihan plating alias penataan makanan agar lebih layak jual. Makanan-makanan seperti sego sambal, lodeh, cumi asam manis, dan nasi goreng ikan asin yang biasa dijual di pinggir jalan “disulap” menjadi makanan berkelas.
Ketua Tim Pusat Studi Ekonomi dan Sosial UPN Veteran Dr. Ignatia Martha Hendrati, ME mengatakan, pemberdayaan terhadap komunitas PKL dan warga Bulak dilakukan karena sebagian besar aktivitas ekonomi warga masih sebatas memproduksi. Belum sampai taraf mengemas dengan standar produk jualan. “Kuliner kini sudah jadi salah satu industri penopang ekonomi Surabaya,” kata Martha, panggilan akrabnya, Sabtu (22/8).
Padahal, kata Martha, kawasan Bulak dikenal sebagai kawasan dengan potensi besar di bidang olahan ikan laut. Bahan-bahan bisa dengan mudah didapatkan. Martha lantas bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya untuk melakukan pemberdayaan di kawasan tersebut. Kepala Bappeko Eri Cahyadi lantas menantang warga untuk membuat produk unggulan.
“Kolaborasi ini penting. Banyak industri di Surabaya yang bisa kita tautkan dengan kebutuhan warga. Agar pertumbuhan ekonomi Surabaya juga dirasakan pelaku ekonomi rakyat seperti PKL dan warga Bulak,” kata Eri Cahyadi.
Pendampingan tersebut, kata Martha, dilakukan untuk para PKL di SIB dan warga. Hasilnya, banyak warga yang sudah punya produk unggulan. Mereka bahkan mulai membuka pasar ke luar kota. Dengan dibantu Bappeko, beberapa di antaranya juga sudah mampu mengakses pasar-pasar besar di Surabaya seperti Pusat Grosir Surabaya, Pasar Atom, dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan PKL. Para PKL SIB kini sudah memiliki kemampuan untuk membuat produknya lebih menarik. “Makanannya sebenarnya sudah enak-enak. Tapi, belum menarik secara visual. Sekarang bisa kita lihat sendiri, makanan yang biasa dijual di pinggir jalan terlihat seperti makanan di hotel-hotel berbintang,” katanya.
Martha mengatakan, pendampingan sudah dilakukan bertahun-tahun. Mereka tidak hanya berfokus pada PKL di SIB. Tapi juga warga yang tidak punya stan di SIB. Pemberdayaan terhadap mereka tak kalah penting karena mereka tak punya tempat untuk berjualan.
“Kami arahkan agar mereka mampu menciptakan pasar baru seperti pasar online. Mereka juga kami dampingi untuk bisa mengakses teknologi digital agar bisa berjualan. Juga kami kolaborasikan dengan produsen lainnya supaya bisa menjadi bagian dari supply chain alias rantai pasok industri yang lebih besar. Semangatnya kolaborasi,” katanya.